Detail Produk
JUDUL: RIWAYAT ISRAILIYAT TENTANG KISAH NABI ADAM AS. DALAM TAFSIR AL-QURTUBI
PENULIS: Dr. Ammar Munir, Lc, M. Th.I
SINOPSIS:
Posisi israiliyat sebagai salah satu di antara sumber penafsiran Alquran berimbas pada banyaknya riwayat-riwayat israiliyat yang masuk dan memenuhi kitab-kitab tafsir klasik umat Islam termasuk di dalamnya tafsir al-Qurtubi. Hal ini tentu saja menimbulkan kegelisahan dan tanda tanya, apakah riwayat-riwayat tersebut telah disaring dan diteliti kebenarannya sebelum dipakai dalam menafsirkan Alquran.
Para mufasir mengetahui secara sadar dan pasti akan dampak bahaya yang dihasilkan oleh adanya riwayat israiliyat yang memenuhi kitab-kitab tafsir tanpa melalui proses penyaringan antara yang sahih dan batil karena tanpa proses penyeleksian tersebut para ulama ibarat memasukkan racun pada pemahaman keberagamaan umat Islam. Dapat pula dipahami bahwa pemakaian riwayat israiliyat sebagai salah satu sumber penafsiran Alquran juga telah menambah wacana baru dan memberikan sedikit solusi dalam memecahkan teka-teki gambaran global kisah-kisah para Nabi dan Umat terdahulu.
Perlu di garis bawahi bahwa kaidah baku yang harus dikedepankan dalam meriwayatkan israiliyat adalah berdasarkan petunjuk Rasulullah saw. yaitu (لَاتُصَدِّقُوْا أَهْلَ اْلكِتَابِ وَلَا تُكَذِّبُوْهُمْ) yang terkristal dalam sebuah konsep sikap yang harus diambil dalam meriwayatkan israiliyat, yaitu: (1) membenarkan riwayat yang sejalan dengan ajaran Islam; (2) menolak riwayat yang tidak sejalan dengan ajaran Islam; (3) berhenti, jika belum ada dalil yang mengungkap kebenaran atau kebohongan dari riwayat tersebut.
Kaidah di atas sudah seharusnya menjadi pedoman yang harus diwujudkan oleh para mufasir dalam memilih riwayat-riwayat israiliyat dan agar mendorong mereka untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan riwayat israiliyat sebagai salah satu sumber penafsiran Alquran. Hal ini dipandang perlu agar hasil dari penafsirannya tetap sejalan dengan tujuan dan spirit yang dibawa oleh Alquran sebagai kitab petunjuk dan sumber pengetahuan. Hal ini sekaligus memberikan gambaran nyata kepada masyarakat untuk tetap selektif dalam menerima penjelasan dari ulama, muballigh, dan buku-buku yang bercerita tentang riwayat israiliyat sebelum mengetahui secara pasti hakikat kebenarannya dan bukan sebaliknya hanya untuk memuaskan hasrat keingintahuan yang tidak didasari oleh dasar pijakan yang benar.